Sabtu, 09 Juli 2011

Tambah Wawasan Anggrek Melalui Observasi

Hutan adalah rumah asli anggrek-anggrek spesies, meski anggrek-anggrek spesies sudah banyak yang ditangkarkan tetap saja mempelajari anggrek dihabitatnya akan memberikan nuansa yang berbeda seperti yang saya dan teman-teman lakukan di akhir tahun 2009 silam. Kawasan hutan yang menjadi tujuan kami saat itu adalah hutan Lindung Kahung yang berada di wilayah  Kabupaten Banjar Kalimantan Selatan. Banyak pengalaman menarik dan berkesan yang didapat selama perjalanan maupun di lokasi observasi maklum untuk mencapai lokasi perlu usaha yang lumayan.


Hutan Kahung berada di pinggiran Waduk Riam Kanan, waduk yang diresmikan tanggal 30 Juni 1973 ini merupakan satu-satunya waduk di Kalimantan Selatan. Waduk inilah yang menjadi andalan  penduduk sekitar yang pada umumnya mengelola tambak, selain mata pencarian lain yaitu berladang atau berdagang serta merupakan jalur  kelotok  yang merupakan transport utama  penduduk maupun pelancong untuk menuju desa-desa yang berada disekitar bendungan termasuk rombongan kami yang akan menuju lokasi observasi yaitu Hutan Kahung.


Rute jalur yang kami lalui untuk sampai kelokasi yaitu Banjarmasin-Banjarbaru-Aranio-Belangian. Untuk menuju Hutan Kahung, mula kami berangkat dari Banjarmasin menempuh perjalanan darat dengan menggunakan motor hingga tiba di Aranio. Tiba di Aranio kami disambut  dermaga, dari sini perjalanan akan beralih menggunakan transportasi air yaitu kelotok (perahu bermesin) hingga tiba di Desa Belangian. Desa Belangian merupakan gerbang masuk menuju Hutan Kahung, di desa inilah biasanya rombongan pecinta alam beristarahat dan terkadang mengisi bekal sebelum melanjutkan perjalanan menuju Air Terjun Madin Kahung.




[caption id="attachment_459" align="aligncenter" width="300" caption="Beberapa 'Kelotok" sedang bersandar di dermaga dan siap mengantarkan penumpang"][/caption]

[caption id="attachment_460" align="aligncenter" width="300" caption="Panorama Waduk Riam Kanan"][/caption]

Perjalanan dari Banjarmasin hingga sampai di Desa Blangian sebenarnya sudah menyita waktu lebih dari 3 jam, yang paling lama sebenarnya adalah perjalanan dengan menggunakan 'kelotok', untungnya pemandangan selama perjalanan di 'kelotok' bisa mengobati kejenuhan meskipun sebagian dari rombongan memilih tidur untuk mengumpulkan energi mengingat perjalanan selanjutnya ditempuh dengan cara klasik yaitu berjalan kaki. Berbeda dengan para penjelajah yang umumnya menjadikan Air Terjun Madin Kahung sebagai target, observasi anggrek kali ini kami putuskan hanya hutan kahung yang tidak jauh dari shelter Hapunit. Oleh karenanya setelah meminta izin dari kepala desa kami langsung melanjutkan perjalanan langsung menuju shelter kembar di Hapunit yang sekaligus akan menjadi basecamp kami. Setelah melalui jalan setapak berliku, menyebrangi sungai, melewati hamparan ilalang dan jalan menanjak  yang cukup menguras tenaga tibalah kami di shelter kembar. Hari sudah sore, beberapa anggota rombongan mencari kayu bakar dan yang lainnya menyiapkan tempat istirahat untuk melepas lelah dan mengumpulkan energi esok hari.




[caption id="attachment_461" align="aligncenter" width="300" caption="Tempat peristirahatan sekaligus Basecamp Tim Observasi"][/caption]

Pagi yang cerah, karena efek lelah sepertinya saya sedikit terlambat bangun dibandingkan teman-teman yang lain. Shelter kembar berada tidak jauh dari sungai sehingga memudahkan berbagai aktifitas. Setelah sarapan keperluan-keperluan observasi pun disiapkan sembari menunggu dua guide lokal yang akan menemani kami menjelajah hutan. Kedua guide ini adalah penduduk desa belangian yang sudah mengenal baik jalan-jalan setapak, nama-nama pepohonan di lokasi observasi. Maklumlah meski bukan kali pertama, tetap saja keselamatan harus di prioritaskan apalagi bianatang seperti babi hutan sering di temui disini.




[caption id="attachment_462" align="aligncenter" width="249" caption="Ini dia dua Bapak yang akan menemani kami ke hutan"][/caption]

Dua guide yang ditunggu sudah tiba, dengan membawa bekal secukupnya serta perlengkapan observasi yang diperlukan kamipun berangkat menuju lokasi observasi anggrek spesies. Tak sabar rasanya, melihat anggrek-anggrek spesies di habitat aslinya. Tak terasa setelah kurang lebih 30 menit menempuh perjalanan dari basecamp tibalah rombongan di gerbang hutan. Pada sebuah pohon disisi kiri jalan setapak terdapat sebuah pelang bertuliskan "Anda Memasuki Kawasan Hutan Lindung Kahung", tulisan tersebut sudah hampir tidak terlihat karena tertutupi  semak belukar dan tanaman memanjat. Tanda tersebut adalah isyarat bahwa kami telah memasuki hutan lindung dan tentunya tidak boleh melakukan sesuatu yang ceroboh yang dapat merusak tumbuhan yang ada disini.




[caption id="attachment_455" align="aligncenter" width="300" caption="Rombongan siap menuju Hutan"][/caption]

 Untuk mempermudah dan memudahkan kegiatan, tim observasi dibagi kedalam dua regu. Regu pertama akan menyusuri lokasi di dalam hutan yang agak jauh dari sungai, sedangkan regu kedua menyusuri lokasi vegetasi hutan di sekitar tepian sungai. Berada diregu kedua saya bersama 3 teman lainnya bergerak menuruni lereng menuju vegetasi hutan yang berada dekat dengan sungai. Di ranting-ranting pohon tampak untaian Dendrobium stuartii, sepertinya kami agak terlambat karena bunga-bunga anggrek ini sudah menjadi buah. Di batang pohon lainnya yang agak besar saya menemukan rumpun Dendrobium lamellatum namun kali inipun sangat disayangkan tidak sedang berbunga. Ada banyak anggrek spesies mulai dari anakan hingga yang sudah berupa rumpun besar, kami seakan-akan terhipnotis sehingga lupa akan "halimatak" sejenis lintah yang banyak terdapat dilantai hutan dan siap menempel dan mengisap darah. Perguliran waktu serasa begitu cepat, rumpun-rumpun anggrek spesies telah membuat kami hampir lupa menyantap bekal yang dibawa, tak perlu komando lagi masing-masing mencari tempat untuk beristirahat. Saya pun tak mau ketinggalan, kebetulan ada batu besar dan tepat berada di bawah pohon besar, "sepertinya cocok untuk tempat istirahat barangkali disana ada spesies anggrek lainnya" gumam saya dalam hati. Benar saja, di pohon besar itu ternyata ada banyak spesies anggrek yang tumbuh, tampak kerumunan Flickingeria sedang berbunga dan terlihat mendominasi. Tak jauh dari hamparan Flikingeria tersebut  ada Polystachya dengan tangkai bunga yang gundul, tampaknya bunga-bunga tersebut sudah rontok. Di sisi pohon yang lain ada Aerides yang sepertinya tidak terlalu subur karena mungkin pohon  ini terlalu teduh. Beberapa jenis anggrek lain tidak saya ketahui dengan pasti ada yang nampak seperti Dendrobium linearifolium namun batang dan daunnya kecil-kecil, ada juga yang daunnya lebar-lebar tanpa bulb dengan batang tumbuh horizontal pada batang pohon. Saya terlalu asik mengamati anggrek-anggrek di batang pohon sehingga lupa menyantap bekal, baru saja ingin duduk dan menyantap bekal ada sesuatu di sisi batu yang mengalihkan perhatian saya. Beberapa rumpun anggrek tampak menempel di sisi batu, lithofit ! ucap saya lirih. Anggrek tersebut masih kecil sehingga susah dintukan jenisnya. Teman-teman telah memanggil ini artinya sesi istirahat telah selesai, kami harus kembali berkumpul dengan regu pertama di jalan setapak.


Waktu telah menunjukan pukul tiga tepat, itu artinya kami harus segera pulang, setelah pengamatan dirasa cukup kami memutuskan untuk kembali ke shelter. Perjalanan pulang tak seramai waktu berangkat, sepertinya semua telah kelelahan dan ingin segera beristirahat, namun diraut wajah mereka tampak rasa puas terlebih saya. Bagaimanapun bagi kami pecinta anggrek adalah kepuasan sendiri bisa menyaksikan langsung anggrek-anggrek dihabitatnya, apalagi kegiatan ini bisa sekalian refreshing menikmati keindahan alam, kesejukan air yang berasal dari mata air pegunungan, serta kicauan burung dan nyanyian serangga yang bersahut-sahutan. Apalagi di malam hari kelap-kelip kunang-kunang yang ada disekitar shelter akan membuai  kita ke alam fantasi sembari melepas letih.




[caption id="attachment_458" align="aligncenter" width="241" caption="Salah satu anggrek yang sering di jumpai di pegunungan Meratus"][/caption]

[caption id="attachment_463" align="aligncenter" width="300" caption="Dendrobium secundum, banyak tersebar di Hutan Kab. Banjar kali ini ditemukan tumbuh di celah batu"][/caption]




[caption id="attachment_464" align="aligncenter" width="300" caption="kejutan anggrek lithofit yang tumbuh di batu di bawah naungan pohon di pinggiran sungai"][/caption]

Energi sudah kembali, tidur setelah beraktifitas yang cukup meletihkan memang tiada duanya. Kini saatnya berkemas dan kembali, saya pasti akan merindukan tempat ini. Sebuah pengalaman yang tidak hanya menambah wawasan tapi juga membuat kita lebih menyadari pentingnya  menjaga kelestarian hutan. Hutan adalah nafas manusia. Tanpa hutan yang ada hanya bencana bagi umat manusia.. Lets save our orchids with save our forest...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar