Menjelang akhir tahun ada beberapa aktifitas yang telah saya dan kawan-kawan lewati. Mulai dari ekspedisi rawa hingga ke dataran tinggi. Namun jangan kaget dulu, sebenarnya di Kalimantan Selatan tidak ada gunung karena ketinggiannya masih terbilang rendah. Jadi yang di maksud gunung adalah dataran tinggi atau perbukitan.
Melihat lebih dekat si Pemalu (Bekantan) di Pulau Bakut
Salah satu aktifitas yang cukup menarik adalah pengamatan terhadap aktifitas Bekantan, salah satu hewan endemik Kalimantan Selatan yang kini populasinya semakin berkurang. Pengamatan mengambil tempat di Pulau Bakut, salah satu pulau yang menjadi habitat Bekantan (Nasalis larvatus) dan termasuk kedalam kawasan konservasi. Pulau Bakut berada di wilayah Kabupaten Barito Kuala. Pulau ini di lintasi oleh salah satu jembatan terpanjang di Asia Tenggara, yaitu Jembatan Barito. Untuk menginjakan kaki di pulau ini kita bisa menggunakan perahu mesin atau Kelotok.
Meski tidak terlalu luas namun cukup sulit memantau aktifitas Bekantan di habitatnya ini. Karena kawasan ini merupakan daerah pasang surut maka ketika air pasang dasar hutan akan terendam air. Tumbuhan-tumbuhan yang ada disini umumnya adalah tumbuhan yang telah menyesuaikan diri dengan lingkungan pasang surut. Tumbuhan-tumbuhan yang dapat di jumpai antara lain Jingah (Glutha rengas), Rambai (Soneratia caseolaris), Bakung, Putat (Barringtonia sp), Piyai (Acrostichum aureum), dan tumbuhan-tumbuhan khas pasang surut lainnya. Sering pula terlihat hamparan Eceng gondok (Eichhornia crassipes) di pesisir pulau.
Rasa lelah menunggu kawanan Bekantan sejak pagi akhirnya terobati tatkala sekelompok Bekantan melintas tepat beberapa meter di depan kami. Beberapa saat kawanan bekantan ini memang merasakan kehadiran kami, namun tidak lama kemudian mereka kembali melakukan aktifitasnya. Sesekali terlihat mereka memakan pucuk dedaunan Piyai, sedangkan bayi bekantan asik bergelantungan. Pejantan dewasa tampak duduk di dahan pepohonan yang agak tinggi, ini untuk memudahkan mereka mengawasi anggota kelompoknya. Selain Piyai daun pucuk dan Buah Rambai adalah salah satu makanan Bekantan.
Pulau Bakut, salah satu habitat Bekantan
Agar lebih jelas, pengamatan menggunakan teropong dari atas pohon
Karena tidak ada Watching Tower maka, pengamat harus rela memanjat
Dedaunan pohon membantu penyamaran
Gunung Balu, Surganya Phaius
Gunung Balu adalah perbukitan tempat penambangan batu marmer. Berada di wilayah Kapupaten Hulu Sungai Tengah (HST). Gunung ini nyaris tanpa tanah, hanya ada lapisan humus dari pembusukan serasah dedaunan dan ranting-ranting pepohonan terutama di bagian puncak bukit. Pepohonan disini nampaknya adalah pepohonan khas dengan perakaran kuat yang dapat mencengkram dan menembus bebatuan.
Sebenarnya penelusuran kali ini sedikit kurang sip, pasalnya saat tracking saya saat sakit dan terkena demam . Beberapa kali saya tertidur saat istirahat di dalam hutan. Namun dengan tekat dan semangat yang kuat saya berhasil mencapai puncak bersama yang lainnya. Selama perjalanan Phaius sp tampak di sana-sini, di celah-celah bebatuan, di onggokan humus yang menutupi permukaan bebatuan. Tempat ini sepertinya merupakan habitat yang sangat cocok bagi Anggrek teresterial dengan bunga putih ini. Selain Anggrek teresterial, anggrek epifit seperti Cymbidium, Dendrobium, Flickingeria, Acriopsis, Polistachya dan beberapa anggrek epifit lainnya.
Salah satu anggrek epifit yang di jumpai di Gunung Balu
Sayang sekali saat itu saya sedang sakit sehingga tidak banyak foto-foto yang sempat diambil. Namun pengalaman diatas adalah dua diatara beberapa kegiatan yang cukup berkesan selama di penghujung 2010. Mudahan-mudaha di tahun yang akan datang 2011 nanti, bisa mendapatkan pengalaman yang lebih menarik dan mengesankan tentunya dapat menambah wawasan terutama seputar dunia anggrek.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar